Posting ini sudah telat satu minggu. But there's a saying, better late than never. Jadi, lebih baik terlambat dibandingkan nggak sama sekali.
Berawal dari tadi pagi saya membaca posting mbak Windy Ariestanty tentang pengalamannya waktu diterima bekerja di GagasMedia, saya jadi ingat minggu lalu punya rencana untuk menulis tentang GagasMedia di hari ulang tahunnya--cuma ya biasa, kelibas urusan sana-sini terus lupa deh (sebenernya cuma sok sibuk aja sih), hehehe...
Kalau ngomong tentang GagasMedia, saya harus balik ke masa-masa kuliah di awal tahun 2000an (yeah, coba itu jangan ketawa. I am THAT old! Nggak perlu diingetin lagi...). Jadi, dari dulu I'm a sucker for books. Dari kecil saya membaca semua buku yang bisa dibelikan oleh orang tua, kakek-nenek, dan siapapun yang memberikan saya buku. Zaman SD-SMP saya suka banget buku-buku kayak Malory Towers, St.Claire, si badung, trio detektif, Lupus, Olga, Vladd, Vanya dan lain-lain yang sejenis. Kalau nggak percaya, seluruh buku itu masih tersimpan rapi di rumah dan saya lungsurin ke adik bungsu saya yang kebetulan memang suka membaca juga. Cuma yaaahh, terakhir kali dicek, warna kertasnya udah pada kuning gitu (yaeyalah, udah sekian belas tahun. Lebih tua dari adik bungsu saya kayaknya).
Masa-masa SMA dan kuliah, saya merasa kekurangan buku bacaan. Buku bacaan sesuai selera saya tentunya, yang mana nggak mungkin selera saya kayak buku pelajaran atau buku self-help atau psikologi (saat itu ngetrend banget Chicken-Soup-for-whatever-soul. It was just not my thing. Sampai kemudian saya meilhat ada penerbit baru yang menerbitkan buku. Saya lihat di sampul buku: GagasMedia, masih dengan logo lama yang bertuliskan GagasMedia secara lengkap dan bukan hanya huruf 'G' sebagai logo yang sekarang.
Tapi saya nggak berminat membacanya. Yah habisan nggak menarik gitu kayaknya. Baik dari sampul maupun dari isi. Kalau nggak salah waktu itu ada tentang Ali Topan atau apa gitu. Sastra lama banget yang saya sama sekali nggak minat baca. Huehuehue...
Kemudian datanglah Chicklit Indonesia Asli, buku yang paling fenomenal: Cintapuccino. Saya sampai beli dua kali itu buku (HAYO COBAK SIAPA YANG NGILANGIN CINTAPUCCINO SAYA NGAKUUUU!!!). Lalu saya lanjut beli Jomblo-nya Mas Adhitya Mulya, Kok Putusin Gue-nya Mbak Ninit Yunita, dan sederet novel lain yang merupakan novel-novel terbitan awal GagasMedia. Eh, karena waktu itu saya masih kuliah dan nggak punya uang banyak, jadinya nabung tiap hari hanya supaya bisa beli novelnya Gagas. Untung dulu terbitnya nggak sebanyak sekarang, kalau nggak mungkin uang untuk buat maket atau ngeplot A0 di Buring bakalan habis. Saya inget banget, novel-novel yang saya suka itu Always, Laila-nya Andi Eriawan (uh, halo kang, dimana kamu sekarang?), Ei Tu Ze-nya Danni Jusuf, Test Pack-nya Ninit Yunita (saya bahkan punya COVER ASLINYA!) dan ada beberapa lagi. Semuanya masih tersimpan utuh, rapi dan disampul plastik.
Kemudian ada saat-saat dimana saya punya teman, tanpa sepengetahuan saya, mengirimkan draft naskah saya ke Mbak Icha Rahmanti, yang (lagi-lagi tanpa sepengetahuan saya) memberikan draft tersebut kepada Mbak Windy. Sehingga pada suatu sore, saya menerima telpon dari Mbak Windy, yang minta bertemu untuk membahas mengenai revisi novel saya.
Kalau saya bisa guling-guling mungkin saat itu saya udah guling-guling di jalanan depan kantor. Cuma kan, malu :D
Maka, Starbucks Plaza Semanggi menjadi saksi pertemuan pertama saya dengan Mbak Windy. Dan saat itu saya menerima masukan yang berarti, bagaimana membuat novel saya terlihat lebih menarik dan lebih baik. Malam itu, walaupun capek luar biasa, saya pulang dengan senang. Dan hampir satu tahun kemudian, buku tersebut ada di toko buku. Yeay!! Buku pertama saya: Simple Lie akhirnya terbit.
Dari titik saya bertemu dengan Mbak Windy sampai buku tersebut terbit, saya mengalami banyak hal dengan Gagas. Saya bertemu dengan keluarga besar Gagas karena saya bergabung menjadi salah satu anggota First Team Reader. Saya ingat banget tuh, diinterview sama Mbak Windy, Mas Denny, dan Mas Emka sambil memegang tabel berisi buku yang pernah saya baca. Terus ditanyain komentar mengenai buku-buku yang saya pernah baca. And that was fun.
Dan dari situ moment-moment bersama GagasMedia mewarnai hidup saya: saya bergabung dengan keluarga besar GagasMedia. Berdiskusi, bertukar pikiran, bercanda, bersahabat, termasuk juga berebutan makanan yang disediakan di sabtu sore ketika para first reader berkumpul. That was one of my best moments in my life. Belum lagi reading challenge yang diberikan Christian dalam rangka memperluas referensi menulis. Saya pernah dijejali setumpuk majalah dan novel-novel young adult untuk memperbanyak referensi.
Buat saya, buku diterbitkan adalah hasil akhir, hal yang paling penting adalah proses ketika membuat dan menulis buku tersebut (termasuk di dalamnya dijutekin oleh editor karena sudah melewati deadline. Hey, saya nggak mensyen nama lho, Chris! ^^). Saya menulis sebagai bagian dari aktualisasi diri. dan ketika saya bisa berkembang selama proses pengaktualisasian diri tersebut, seharusnya itu sudah cukup. Diterbitkan adalah bonus :)
Satu yang saya ingat, waktu itu mbak Windy bilang ke Christian ketika saya menyerahkan draft Glam Girls (saya bahkan nggak tahu apakah mbak Windy dan Christian masih ingat akan hal ini): "Yang paling menyenangkan adalah ketika melihat penulis kita berkembang dan gaya menulisnya menjadi lebih baik."
Terima kasih GagasMedia sudah menemani saya berkembang selama tujuh tahun terakhir. I couldn't thank you enough.
Selamat Ulang Tahun GagasMedia.
-Nina-
No comments:
Post a Comment